Tuesday, May 20, 2008

artikel hukum pidana

Artikel Hukum Pidana

Tantangan Pemberantas Narkoba
Dinihari Rabu tanggal 19 Maret lalu kita dikejutkan lagi dengan berita terbongkarnya jaringan perdagangan gelap narkoba oleh jajaran Polri. Tidak tanggung-tanggung, Polda Metro Jaya berhasil menyita 600 kg shabu di sebuah perumahan elit di kawasan Jakarta Utara yang ditaksir bernilai Rp 600 miliar[3]. Sebelumnya pada akhir bulan Februari, 600.000 butir ekstasi asal Belanda disita dari sebuah ruko di bilangan Jakarta Barat yang nilainya ditaksir berjumlah Rp 60 miliar[4]. Dalam kedua kasus di atas, ditemukan keterlibatan warga negara asing yang diduga bagian dari sindikat internasional.

Dalam kasus di Jakarta Barat, misalnya, polisi juga membekuk enam warga negara Taiwan yang merupakan bagian dari sindikat pelakunya, dan bekerjasama dengan kepolisian Taiwan dan Belanda untuk memburu tiga pelaku lainnya yang buron dan menelisik lebih jauh asal-usul barang haram itu. Yang menarik dari kasus ini, ternyata keenam pelaku yang tertangkap adalah kakak beradik yang merupakan pemain lama (sejak tahun 1992), pernah mengimpor ekstasi dalam jumlah besar dari Belanda pada tahun 2000, berulangkali masuk keluar penjara, namun tidak pernah merasakan jera.

Catatan bagus Polri maupun BNN dalam mengungkap jaringan narkoba patut mendapat apresiasi. Akhir Oktober 2007, sebuah pabrik sabu di Batam yang diyakini merupakan salah satu yang terbesar di dunia berhasil dibongkar[5]. Pabrik ini konon mampu memproduksi 100 kilogram sabu dengan harga Rp 90 miliar per bulan. Pada bulan Agustus tahun 2007[6], transaksi narkotik jenis sabu-sabu seberat hampir 1000 kg senilai Rp 600 miliar di kawasan Teluk Naga, Tangerang, juga berhasil digagalkan. Transaksi ini tercatat sebagai tangkapan kedua terbesar dalam sejarah pengungkapan jaringan narkoba di Indonesia, setelah yang pertama di Cikande, Serang, tahun 2006, dimana telah disita seberat 1330 kg bahan baku ekstasi dan 138 kilogram sabu-sabu, yang nilainya sangat signifikan. Sekali lagi, dugaan keterlibatan sindikat internasional begitu kental dengan bukti-bukti yang mengarah pada peran serta pemilik modal asing dan negara target pemasarannya.

Kasus-kasus ini menambah deret panjang terbongkarnya bisnis haram narkoba di Indonesia yang menurut data BNN setiap tahun mengalami peningkatan dan dalam rentang tahun 2001-2006 tercatat 56.524 kasus[7]. Angka ini belum termasuk dark number yang tidak dilaporkan kepada pihak berwajib, misalnya, karena kasus narkoba dianggap aib keluarga.
Mengapa kasus baru yang lebih besar terus terjadi? Apakah penegakan hukum kita tidak cukup membuat efek jera kepada pelaku lainnya? Strategi apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi persoalan ini?

Bisnis Narkoba Makin Menguntungkan
Banyak faktor mengapa kasus baru terus bermunculan, tetapi motivasi pelaku mencari keuntungan ekonomi (profit motive) adalah yang utama. Di benak para bandar narkoba, Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta dan banyaknya orang berduit ibarat pasar gemuk yang menjanjikan keuntungan berlimpah ruah. Hitung saja berapa omset pabrik sabu dengan kapasitas produksi 100 kg per bulan, jika harga sabu di tingkat bandar sebesar Rp 665 ribu per gram, dan di tingkat pengecer yang mencapai Rp 1 juta per gram[8].

Bagi bandar yang mengekspor karena memiliki jaringan di luar negeri keuntungan ini tentu akan menjadi berlipat-lipat dengan selisih kurs mata uang kita yang tertinggal dengan kurs negara lain. Tinggal memikirkan bagaimana caranya menyelundupkan narkoba ke luar negeri termasuk menerobos exit point kita yang lebih dari seratus jumlahnya dan kebanyakan belum dilengkapi dengan peralatan canggih. Mereka tentu paham betul teknisnya.

Untuk investasi pabrik sabu di Indonesia pun biayanya praktis lebih murah ketimbang membuka pabrik sejenis di luar negeri, tinggal dihitung berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk tanah dan bangunan, mesin, membeli/mengimpor bahan dan mengupah orang, yang kesemuanya sangat mudah didapat.

Para penjahat narkoba juga yakin bahwa me-laundering uang haram di Indonesia masih mudah dilakukan. Meskipun mereka paham ada PPATK yang getol memonitor dan banyak lembaga keuangan kita yang sudah menerapkan prinsip Know Your Customer (KYC) dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sehingga mampu memfilter asal-usul uang nasabah, namun mereka juga tahu masih banyak lembaga keuangan kita yang setengah hati menerapkannya. Apalagi ternyata UU TPPU kita masih memiliki loopholes karena belum menjangkau kewajiban pelaporan bagi designated non-financial business seperti agen property/real estate, dealer mobil mahal, permata dan barang mewah lainnya, termasuk yang melibatkan profesi tertentu seperti lawyer, notaris/PPAT dan konsultan keuangan[9]. Mentransfer uang ke luar Indonesia juga mudah. Dengan bantuan sarana transfer internasional, itu dapat dilakukan dalam hitungan waktu singkat saja, tinggal membuat alasan sebagai underlying-nya. Membawa secara fisik uang haram ke luar negeri pun tinggal memanipulasi formulir customs declaration, dan supaya tidak kelihatan mencolok lembar rupiah ditukar dengan valas atau instrumen moneter seperti travellers cheque.

Bagi mereka yang sengaja memiliki bisnis sampingan yang legal, bisnis legal ini dapat juga digunakan sebagai sarana mencuci uang haram dengan menggabungkan keuntungannya[10]. Toh, pengawasan terhadap aktivitas bisnis di Indonesia juga tidak bagus, tipis kemungkinan ada kecurigaan dari instansi berwenang bahwa keuntungan bisnis legal itu jauh dari keuntungan yang wajar.

Tidak heran bila narkoba menjadi salah satu bisnis yang paling menggiurkan di dunia[11]. Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) dalam laporan pertamanya tahun 1990 memperkirakan penjualan kokain, heroin dan canabis di Amerika Serikat dan Eropa sebesar USD 120 miliar setahunnya, dimana USD 85 miliar diduga di-laundering dengan berbagai metode. Studi yang dilakukan oleh the Organization of American States pada tahun 1993 menyimpulkan bahwa sekitar USD 250 miliar dari bisnis narkoba di-laundering setiap tahunnya.

United Nations International Drug Control Programme tahun 1994 mengulas dampak negatif bisnis narkoba terhadap pembangunan dan estimasi nilai perdagangan gelap narkoba sebesar USD 500 miliar pertahunnya. Angka-angka ini tentu sudah berubah sekarang, dengan kecenderungan lebih besar.

Bagi Indonesia, meskipun kita tidak punya angka resmi seberapa besar nilai perdagangan illegal narkoba di Indonesia per tahunnya, namun dari kasus-kasus yang terjadi nilainya dapat dipastikan sangat signifikan.[12]


Kelemahan dalam Penegakan Hukum
Para penjahat narkoba juga melihat lemahnya penegakan hukum kita sebagai peluang. Padahal penegakan hukum yang tegas memberi kepastian hukum, dan menimbulkan deterrent effect (efek jera) kepada pelaku dan orang lain.

Persoalan yang paling krusial dalam penegakan hukum ini adalah langkah Kejaksaan selaku eksekutor yang menunda pelaksanaan putusan pidana mati bagi para terpidana yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde).[13] Press Release BNN akhir tahun 2007 menyebutkan terpidana mati berjumlah 72 orang dan baru 3 orang yang dieksekusi. Eksekusi terhadap 3 terpidana mati baru dilakukan pada tahun 2004 lalu, berselang 10 tahun sejak putusan berkekuatan hukum yang tetap.

Beberapa terpidana mati sempat mengajukan permohonan judicial review atas ketentuan hukuman mati dalam UU 22/1997 tentang Narkotika kepada Mahkamah Konstitusi, yang menurut para pemohon bertentangan dengan Pasal 28A dan Pasal 28I ayat 1 UUD 1945 yang menjamin hak untuk hidup yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable). Mahkamah Konstitusi dalam putusannya tanggal 30 Oktober 2007 menolak permohonan itu[14].

Persoalan lain adalah lembaga permasyarakatan kita yang seolah menjadi surga bagi para terpidana narkoba karena dengan bebas bisa mengkonsumsi, bahkan menjalankan bisnis haram ini dari balik jeruji tanpa perlu takut dicurigai aparat berwajib. Penjara memang tak mesti menjadi neraka bagi terpidana, tetapi penjara seharusnya menjadi tempat penghukuman dan pembinaan narapidana. Ditjen Pemasyarakatan perlu membenahi serius kondisi ini dengan melakukan kerjasama dengan penegak hukum termasuk untuk menindak tegas oknum internal bila ditemukan[15].

Selain itu di lapangan aparat kita memang terus gencar membongkar jaringan narkoba, tapi nampaknya masih lebih fokus kepada menangkap pelakunya, belum kepada merampas hasil kejahatannya (proceeds of crime).[16] Setidaknya dari data Bareskrim Direktorat IV/Narkoba dan Kejahatan Transnasional tentang laboratorium gelap narkoba yang terungkap di Indonesia tahun 1998-2007, tidak terdapat barang bukti uang selain uang tunai sejumlah Rp 1 miliar lebih. Untuk mendapatkan proceeds berupa uang atau harta kekayaan dari para tersangka, Polri dan BNN perlu lebih banyak memanfaatkan sumber informasi keuangan ketimbang mengandalkan pengakuan dari yang bersangkutan.

Informasi keuangan ini dapat diperoleh langsung dari bank, atau menggandeng PPATK untuk mendapatkan financial intelligence termasuk yang bersumber dari jejaringnya di luar negeri[17]. Informasi dari luar negeri ini penting sekali terutama melihat keterlibatan sindikat internasional dan kecenderungan proceeds of crime berada di luar wilayah kita. Oleh karena itu, penyidikan perkara narkotika dan psikotropika juga perlu digabungkan dengan pencucian uang agar selain dapat menghukum pelakunya, juga dapat memblokir, menyita dan merampas hasil kejahatannya semaksimal mungkin.

Langkah Strategis ke Depan
Pendekatan penegakan hukum yang komprehensif dalam memberantas narkoba di Indonesia harus menjadi prioritas kita ke depan karena problemnya sangat kompleks. Apalagi yang kita hadapi adalah kejahatan sangat serius (most serious crime) dan kejahatan lintas batas (transnational organised crime) yang pada umumnya dilakukan sindikat internasional.

Kita perlu segera menuntaskan amandemen UU Narkotika dan UU Psikotropika dengan memasukkan prinsip-prinsip dalam UN Convention against Illicit Traffic in Narcotics Drugs and Psychotropic Substances (1988) yang sudah kita ratifikasi dengan UU 7/1997[18], yaitu ketentuan mengenai pemblokiran, penyitaan, perampasan, mutual legal assistance dan kerjasama internasional lainnya. Untuk mempertajam deteksi pencucian uang khususnya dengan memperluas cakupan reporting parties, RUU Money Laundering yang tahun lalu sudah dimulai pembahasannya oleh Komisi III DPR perlu dilanjutkan tahun ini sekaligus menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa kita adaptif terhadap perkembangan internasional yang terjadi[19].

Ratifkasi UN Convention Against Transnational Organized Crime (2000) yang baru masuk pada pembahasan awal di DPR menjadi sangat strategis terutama untuk menjaring mereka yang menjadi bagian dari organized criminal group dan mereka yang mengorganisasi, mengarahkan, membantu, mempengaruhi, memfasilitasi atau memberi advis untuk melakukan kejahatan serius yang diatur dalam Palermo Convention itu yang melibatkan organized criminal group.[20]

Bahkan untuk memberi senjata yang lebih ampuh kepada penegak hukum dalam merampas hasil kejahatan narkoba dan derivatifnya serta semua yang berkaitan dengan kejahatan yang dilakukan, DPR perlu memprioritaskan pembahasan RUU Perampasan Asset yang disampaikan Pemerintah tahun lalu. Mekanisme perampasan asset tanpa didasarkan putusan pengadilan (non-conviction based forfeiture) atau juga dikenal dengan civil forfeiture diharapkan menjadi short-cut untuk mengamankan hasil kejahatan pada kesempatan pertama.[21]

Yang tak kalah penting perlu diikhtiarkan pemerintah selanjutnya adalah memperkuat kerjasama dalam dan luar negeri. Kerjasama dalam negeri mendesak dilakukan agar instansi penegak hukum dan lembaga terkait lainnya menjadi satu tim yang solid dalam memberantas narkoba, tidak jalan sendiri-sendiri. Kerjasama luar negeri pun perlu lebih proaktif diupayakan baik dalam konteks memperluas perjanjian ekstradisi untuk mengejar para buronan di luar negeri, maupun untuk merepatriasi hasil kejahatan narkoba dengan meratifikasi ASEAN MLA Treaty maupun membuat MLA treaty dengan jurisdiksi yang kerap dijadikan pelarian uang-uang haram bisnis narkoba. Sekali lagi, kerjasama ini penting dan mendesak agar jangan ada kesan kita tidak terorganisir (un-organized) menghadapi kejahatan terorganisir (organized crime).

Wednesday, May 14, 2008

TIPZ MERAWAT SEPATU

TIPZ MERAWAT SEPATU

Sepatu adalah salah satu item dalam fashion yang tidak akan luput dari perhatian orang. Letaknya boleh saja di bagian paling bawah tubuh anda akan tetapi tidak berati lantas luput begitu saja dari mata penilai yang tidak begitu perduli akan dunia fashion karena mereka pun sebenarnya membutuhkannya.

Sepatu pun berhak mendapatkan perawatan secara “manusiawi”. Belum lagi karena pola pakai anda yang “memforsir” sepatu jadi tidak enak dipandang lagi karena dekil. Kadang malah karena begitu cintanya anda dengan si sepatu ini, hanya dalam hitungan bulan menjadi rusak atau jebol. Belum lagi sepatu yang sehari-hari anda pakai itu mengeluarkan aroma tidak sedap.

Tips sederhana di bawah ini mungkin akan membuat sepatu anda akan bertahan lebih lama dan terjaga keindahannya:

Jika sepatu anda terbuat dari bahan kulit , simpanlah sepatu di tempat yang kering dan tidak lembab, dan hindari menjemur sepatu di bawah terik matahari langsung. Angin-anginkan saja agar sepatu tidak lembab dan berjamur. Jangan mengelap sepatu kulit dengan menggunakan air ! gunakan bahan lembut untuk mengelapnya.

Untuk sepatu dari bahan suede sebenarnya hampir sama dengan bahan kulit tapi sepatu dari bahan ini dapt dibersihkan dengan cara menyikat akan tetapi memakai sikat khusus yang lembut atau juga dengan pembersih semprot khusus untuk bahan suede, misalnya leather cleaner buatan cololite. Setelah dibersihkan cukup diangin-anginkan saja dan biarkan sepatu dalam beberapa menit agar benar2 kering dan bisa di simpan di kotak sepatu yang diberi gel silica, tetapi gel ini harus di ganti dengan yang baru setiap 2 minggu sekali.

Khusus untuk sepatu berwarna putih, dapat di lap dengan menggunakan odol putih hingga merata agar kulit sepatu tidak pecah-pecah dan lebih awet.

Gunakan ganjalan dalam sepatu untuk menjaga bentuk , anda dapt membelinya di took sepatu atau di supermarket, kalau tidak punya anda bisa saja menggunakan potongan kertas Koran yang sudah anda bentuk sesuai dengan bentuk muka sepatu.

Untuk mencegah agar sepatu tidak berbau , jangan memakai sepatu dengan kondisi kaki yang sedang basah, hal ini dapat menyebabkan bakteri berkembang dan akhirnya sepatu anda menjadi berbau tidak sedap. Bagi anda yang mempunyai masalah kaki yang selalu berkeringat, sebaiknya bersihkan dan keringkan kaki anda sebelum menggunakan sepatu.

Untuk pertahan ganda, gunakan obat khusus berupa semprotan pewangi atau foot spray pada bagian dalam sepatu , setelah itu jangan langsung di pakai, segera angin-angikan agar kering. Addapula bahan pelindung seperti protector buatan Desco dan juga yang lain, bahan ini sekaligus melindungi sepatu agar kedap air. Jika ada tutupi bagian plastik (sol misalnya). Ada juga bahan paraffin / wax khuusus sepatu untuk menutup bagian jahitan antara badan sepatu dengan sol supaya tidak bocor.

Kalau bagian sepatu ada yang lepas, rekat kembali dengan lem super atau aica aibon. Hal yang lebih baikdilakukan oleh pembuat sepatunya karena kadang pembuat sepatu tidak memakai lem perekat yang sama begitu juga mutunya

Selamat mencoba………..